Pendidikan Pada Masa Remaja
Setiap manusia mengalami
fase-fase tertentu dalam hidupnya, seperti pada masa bayi, fase anak-anak, fase
remaja, fase dewasa, dan fase lanjut usia. Namun, yang sering mengalami
pencarian makna hidup berada pada fase remaja. Pada suatu periode dalam masa
perkembangan yang merupakan fokus yang menarik untuk dikaji adalah remaja.
Sebab pada masa ini, individu remaja mengalami masa penyesuaian diri dengan
lingkungan yang ada disekitarnya, khususnya dengan tatanan norma, nilai, adat, dan
etika yang berlaku di masyarakat. Masa remaja merupakan masa penghubung atau
masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa remaja termasuk
juga masa yang indah dan terkadang kita mendengar slogan “Indahnya
Masa Remaja”, tapi
jangan lupa masa ini juga merupakan masa yang menentukan, di mana anak banyak
mengalami perubahan fisik dan psikis.
Pada masa
perkembangan ini, remaja mulai menuntut untuk diberi kesempatan mengemukakan
pendapatnya sendiri, suka mencetuskan perasaannya, jika dianggap perlu remaja
tersebut memberontak karena dia merasa bahwa dirinya bukan anak-anak lagi, dan
mengapa belum diakui kedewasaannya hingga mengakibatkan kegelisahan di dalam
dirinya, kurang tenang dengan keadaan lingkungan. Biasanya remaja memiliki yang
dikaguminya, namun sikapnya tidak selalu negatif. Remaja juga sangat tertarik
kepada kelompok sebaya, mencari perhatian di dalam lingkungannya, emosi yang
meluap-luap, serta pertumbuhan fisik mengalami perubahan yang pesat. Di sisi
lain, kehidupan remaja sangat kompleks dengan berbagai kreatifitas dan
keinginan untuk mencoba segala yang ada di sekitarnya, baik dalam bidang
pergaulan maupun intelektual. Olehnya itu dibutuhkan suatu wadah agar bakat,
minat serta keinginan berprestasi dapat diwujudkan.
Pendidikan yang merupakan usaha
sadar dan dilakukan oleh orang dewasa(pendidik) dengan berencana, terprogram dan
terkendali untuk menyiapkan individu melalui kegiatan bimbingan pengajaran atau
latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Dengan pendidikan
itulah, individu remaja mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya
melalui alat atau media pendidikan hingga peserta didik (remaja) mampu menemukan aktivitasnya sendiri
serta dapat mengalami perubahan positif dalam aspek kepribadiannya yang
menyangkut tri
domain yaitu, perubahan
kognitif, afektif, dan psikomotor.
A. Fungsi-fungsi Pada Sistem
Pendidikan
Beberapa penelitian menunjukkan
titik berat dari peranan sekolah yang mengembangkan interpersonal remaja dalam
mencapai pegetahuan, keterampilan, dan pewarisan budaya. Berdasarkan penelitian
itu tampak bahwa terdapat sebuah sekolah tingkat pertama di desa yang mengatur
100 sampai 2000 siswa. Coleman (1961) menemukan bahwa sekolah belum
menyelesaikan atau membentuk popularitas tertentu. Sebuah contoh, hanya 31%
pelajar putri dicari menjadi kelompok pelajar istimewa tapi 45% dicari
mengingat sebagian jadi atlet, dan umumnya 28% laki-laki sebagai pelajar
istimewa mengingat kekurangan mereka, tapi 72% kekurangannya dipanggil kembali
pada biasanya. Smilarly Snyder (1972) menemukan bahwa umumnya sekolah
lanjutan tingkat pertama paling penting menyeleksi kriteria antara laki-laki
dan perempuan untuk memberikan penghargaan dan status yang membawa kualitas
individu. Berikutnya yang paling penting, memiliki materi, aktivitas sosial,
dan olahraga. Prestasi sekolah melihat kualitas dan rangking mereka.
Selain itu, Johnston
and Bachman (1976) dalam
suatu penelitian pada sebuah negara kemungkinan sampel 2100 guru sekolah
menemukan bahwa baik guru maupun peserta didik hampir semuanya berpendapat,
dimanakah letak fungsi sebenarnya sekolah menengah. Group-group percaya bahwa
olahraga telah memberi tempat dan titik berat pada sekolah mereka. Fungsinya
kurang lebih memberikan keterampilan dan menitikberatkan pada pewarisan budaya,
norma dan nilai.
Bagaimanapun juga data yang
dilaporkan oleh Johnston dan Bachman serta peneliti lainnya ada indikasi yang
paling mendasar untuk fungsi-fungsi terakhir. Frieson (1968) meneliti tentang 15.000 pelajar pada
19 sekolah di Kanada. Dia menemukan bahwa pelajar yang kelihatan atletik
dan populer dan yang lebih penting untuk mempersoalkan fungsi kesuksesan.
Tetapi mereka yakin sekolah yang berprestasi lebih mementingkan fungsi
kesuksesan untuk masa depan dibandingkan dengan yang lainnya. Tambahan lain
melihat memperoleh keterampilan untuk masa depan dan peranan sebagai
perpindahan budaya, data dari Johnston dan Bachman (1976) mendukung fungsi
pokok dan menjadikan dengan menitikberatkan sekolah masa depan sebagai harapan
remaja yang terakhir. Selain olahraga, guru dan pelajar sepakat bahwa
peningkatan motivasi dan keinginan belajar merupakan fungsi yang paling umum daripada
isu tentang prestasi sekolah sebagai prioritas utama.
Beberapa sekolah negeri
sebagai sampel, ada kendala besar dalam memperoleh keterampilan dan fungsi
kewarisan budaya. Hadden (1969)mencatat bahwa
45% siswa yang belajar melihat sekolah sebagai sebuah harapan atau simbol
kehancuran dunia “ sedangkan Rewer mencatat dari 25% apa yang mereka
telah pelajari kebodohan, kegagalan dan kehilangan jati diri. Fungsi-fungsi itu
lebih menambah tekanan individu dan interpersonal. Hanya 2/3 sampel setuju
bahwa “sekolah
telah merubah seluruh pandangan saya sendiri”.
Kelihatannya
semua peranan pendidikan menyebutkan bahwa diakui siswa merupakan aspek paling
penting dalam pendidikan, bagaimanapun juga data dari sampel sebuah negara,
atas pelajar menunjukkan 75% percaya bahwa sekolah mampu memberikan sebuah
pekerjaan yang istemewa pada peserta didik.
Sekolah menjalankan beberapa
fungsi, paradigma tentang berbagai fungsi pendidikan telah dipikirkan oleh
berbagai ahli perkembangan remaja.Ausubel
Montemayor dan Svajian (1977) melihat
bahwasanya dasar dari pendidikan adalah sebuah alat untuk mengabadikan dan
mewariskan kebudayaan serta mampu memberikan atau menambah wawasan tentang
hidup. Sekolah juga merupakan salah satu cara untuk memindahkan dan mendapatkan
dasar-dasar ilmu pengetahuan. Mecandless (1970)mengungkapkan
bahwa sekolah seharusnya berfungsi untuk memberikan keterampilan dan mewariskan
budaya ilmu pengetahuan dan nilai. Bagaimanapun dia percaya sekurang-kurangnya
sekolah memiliki fungsi umum sebagai sebuah aktualisasi. Mecandless yakin bahwa
sistem pendidikan menciptakan sebuah latar belakang di mana remaja dapat
bahagia dan tertantang. Sekolah adalah sebuah tempat atau lembaga untuk
mengembangkan pribadi secara optimal, memaksimalkan identitas diri individu serta
individu mampu berbakti pada masyarakatnya.
Sekurang-kurangnya terdapat
berbagai fungsi sekolah pada “personal” dan “interpersonal” yang kita kenal. Ausubel
(1977) di mana
sekolah adalah sebuah tempat yang menggambarkan sebuah konteks interaksi sosial
dan mengembangkan kebersamaan. Meskipun remaja diberikan kebebasan dari orang
tua. Sekolah bagi remaja adalah sebuah kesempatan untuk menemukan status atau
identitas sosialnya. Mungkin kita sepakat dengan murid sekolah yang mampu
menunjukkan prestasi di luar kurikulum dengan menempatkan pada kelas khusus
atau kegiatan ekstrakurikuler atau pula aktivitas organisasi di sekolah,
misalnya club-club olahraga. Pendidikan dan latihan yang didapatkan di luar
sekolah makin patut diberikan untuk status sosialnya di masa depan.
B. Karakteristik Pendidikan Selama
Masa Remaja
Proses belajar
akan berhasil apabila sesuai dengan minat dan kebutuhan bagi seorang individu.
Cita-cita tentang jenis pekerjaan di masa yang akan datang merupakan faktor
penting yang mempengaruhi minat dan kebutuhan bagi remaja untuk belajar.
Olehnya itu, remaja secara sadar telah mengetahui pula bahwa untuk mencapai
jenis pekerjaan yang diidamkan itu memerlukan saran pengetahuan dan
keterampilan tertentu yang harus dimiliki. Hal inilah yang membimbing remaja
menentukan pilihan jenis pendidikan yang akan diikuti.
Remaja pada usia 13-14 tahun atau
pada usia awal remaja (pre-adolescence) di mana jenjang pendidikan berada pada
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP, mereka mulai mengenal sistem baru dalam
sekolah. Misalnya, perkenalan dengan banyak guru yang memiliki berbagai macam
sifat dan kepribadian. Hal ini menunjukkan perlunya kemampuan untuk
menyesuaikan diri terhadap situasi yang beragam. Begitu pula anak mulai
mengenal berbagai mata pelajaran yang harus dipelajari dengan berbagai
karakteristiknya. Di SLTP belum ada masalah pemilihan jurusan, tetapi untuk
tingkat SLTA yaitu saat anak berusia sekitar 15-18 tahun, pemilihan jurusan itu
telah pula diperkenalkan.
Di samping
pengenalan terhadap sistem pendidikan, para remaja tersebut juga memiliki teman
sejawat yang semakin luaslingkungannya dan ia mulai mengenal anak lain dengan
berbagai macam latar belakang keadaan keluarga. Dengan kata lain, remaja
mengenal dan memiliki masyarakat baru yang merupakan masyarakat sekolah atau
teman sebaya. Dengan demikian, mereka memiliki tiga lingkungan pendidikan
yang pola dan karakteristiknya berbeda-beda. Remaja memiliki tiga lingkungan
kehidupan, yang ketiga-tiganya mempunyai corak yang berbeda serta masing-masing
memikul tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Mengingat hal itu,
maka setiap remaja berada pada posisi pendidikan yang majemuk, mereka berada di
lingkungan kehidupan pendidikan keluarga, kehidupan pendidikan masyarakat, dan
kehidupan pendidikan sekolah yang diikutinya. Yang mana dari masing-masing lingkungan
kehidupan pendidikan itu tidak selalu sama dasar dan tujuannya. Oleh karena
itu, remaja seperti “ditantang” untuk mampu mengatasi problema keanekaragaman
tersebut dan mampu menempatkan dirinya dengan tepat dan harmonis.
1. Lingkungan Pendidikan di Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak-anak dan
remaja. Pendidikan keluarga lebih menekankan pada aspek moral atau pembentukan
kepribadian daripada pendidikan untuk menguasai ilmu pengetahuan. Dasar dan
tujuan penyelenggaraan pendidikan keluarga bersifat indiviual yang sesuai
dengan pandangan hidup pada masing-masing keluarga, sekalipun secara nasional
bagi keluarga-keluarga bangsa indonesia memiliki dasar yang sama, yaitu
Pancasila. Ada keluarga yang dalam mendidik anaknya mendasarkan pada
kaidah-kaidah agama dan menekankan proses pendidikan pada pendidikan agama
dengan tujuan untuk menjadikan anak-anaknya menjadi orang yang saleh dan
senantiasa takwa dan iman kepada Tuhan Yang maha Esa. Ada pula keluarga yang dasar
dan tujuan penyelenggaraan pendidikannya berorientasi kepada kehidupan sosial
ekonomi kemasyarakatan dengan tujuan untuk menjadikan anak-anaknya menjadi
orang yang produktif dan bermanfaat dalam kehidupan bemasyarakat.
Anak dan remaja di dalam keluarga
berkedudukan sebagai anak didik dan orang tua sebagai pendidiknya. Secara garis
besar corak dan pola pada penyelenggaraan pendidikan keluarga dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu; pendidikan otoriter, pendidikan
demokratis, dan pendidikan liberal. Berkaitan dengan itu, pendidikan yang
bercorak otoriter memberikan kesan di mana anak-anak senantiasa harus mengikuti
apa yang telah digariskan oleh orang tuanya, sedang pada pendidikan yang
bercorak liberal, anak-anak lebih cenderung diberikan kebebasan oleh orang
tuanya untuk menentukan tujuan dan cita-citanya. Dari beberapa pola pendidikan
itu, diketahui bahwa kebanyakan keluarga di Indonesia mengikuti corak
pendidikan yang demokratis. Selanjutnya, makna pendidikan yang demokratis
itu oleh Ki Hadjar Dewantara dinyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan itu
hendaknya ing
ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, yang artinya : di depan memberi
contoh, di tengah membimbing, dan di belakang memberi semangat.
2. Lingkungan Pendidikan di Masyarakat
masyarakat
merupakan lingkungan alami kedua yang dikenal anak-anak. Anak remaja telah
banyak mengenal karakteristik masyarakat dengan berbagai norma dan
keragamannya. Kondisi masyarakat amat beragam, tentu banyak hal yang harus
diperhatikan dan diikuti oleh anggota masyarakat, dan dengan demikian para
remaja perlu memahami hal itu. Sehubungan dengan itu, maka tidak jarang
para remaja memiliki perbedaan pandangan dengan para orang tua, sehingga norma
dan perilaku remaja dianggap tidak sesuai dengan norma masyarakat yang sedang
berlaku. Hal ini tentu saja akan berdampak pada pembentukan pribadi remaja.
Perbedaan ini dapat mendorong para remaja untuk membentuk kelompok-kelompok
sebaya yang memiliki kesamaan pandangan.
Di balik itu di
dalam masyarakat terdapat tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh kuat terhadap pola
hidup masyarakatnya. Namun hal itu terkadang tidak mampu mempengaruhi kehidupan
remaja, akibatnya para remaja kadang-kadang melakukan tindakan-tindakan yang
tidak sesuai dengan ketentuan masyarakat, atau para remaja dengan sengaja
menghindar dari aturan dan ketentuan masyarakat.
Dalam
menjalankan fungsi pendidikan, masyarakat banyak membentuk atau mendirikan
kelompok-kelompok atau paguyuban-paguyuban atau kursus-kursus yang secara
sengaja disediakan untuk anak remaja dalam upaya mempersiapkan hidupnya
dikemudian hari. Kursus-kursus yang dimaksud pada umumnya berorientasi
kepada dunia kerja. Namun, banyak kelompok kegiatan atau kursus-kursus yang
dibangun masyarakat tersebut kurang menarik perhatian remaja; oleh para remaja
apa yang disediakan itu dinilainya tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Kondisi semacam itu banyak merangsang pemikiran remaja yang responnya belum
tentu positif. Banyak kelompok remaja yang membayangkan masa depannya suram dan
mereka membentuk kelompok yang diberi nama “Madesu”.
3. Lingkungan Pendidikan di Sekolah
Sekolah
merupakan lingkungan artifisial yang sengaja diciptakan untuk membina anak-anak
ke arah tujuan tertentu, khususnya untuk memberikan kemampuan dan keterampilan
sebagai bekal kehidupannya di kemudian hari. Bagi para remaja pendidikan jalur
sekolah yang diikutinya adalah jenjang pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Di mata remaja sekolah dipandang sebagai lembaga yang cukup
berpengaruh terhadap terbentuknya konsep yang berkenaan dengan nasib mereka di
masa mendatang. Mereka menyadari jika prestasi atau hasil yang dicapaidi
sekolah itu baik, maka hal itu akan membuka kemungkinan hidupnya di kemudian
hari menjadi cerah, tetapi sebaliknya apabila prestasi yang dicapainya kurang
baik, maka hal itu dapat berakibat pada gelapnya masa depan mereka. Kegagalan
sekolah bagi remaja dipandang sebagai awal dari kegagalan hidupnya. Dengan
demikian, sekolah dipandang banyak mempengaruhi kehidupannya. Oleh karena itu, remaja
telah memikirkan benar-benar dalam memilih dan mendapatkan sekolah yang
diperkirakan mampu memberikan peluang baik baginya dikemudian hari. Pandangan
ini didasari oleh berbagai faktor, seperti faktor ekonomi, sosial, dan harga
diri (status dalam masyarakat). Akan tetapi, dalam menentukan pilihan
sekolah masih banyak terjadi campur tangan orang tua yang terlalu besar.
Hal itu sering membawa akibat kegagalan dalam pendidikan sekolah karena anak
terpaksa mengikuti pelajaran yang tidak sesuai dengan pilihan dan minatnya.
Dunia
pendidikan, baik jalur sekolah maupun jalur luar sekolah, menyediakan berbagai
jenis program yang diperkirakan relevan dengan kebutuhan jenis tenaga kerja di
masyarakat. Untuk menetapkan pilihan jenis pendidikan dan pekerjaan yang diidamkan
banyak faktor yang harus dipertimbangkan yang meliputi :
1.
Faktor prediksi masa depan.
2.
Faktor prestasi yang
menggambarkan bakat dan minat remaja.
3.
Faktor kehidupan yang dapat
diamati dari kondisi beragamnya lapangan kerja di masyarakat.
4.
Kemampuan daya saing setiap
individu.
C. Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Perkembangan Pendidikan Pada Masa Remaja
a. Faktor Sosial Ekonomi
Kondisi sosial
ekonomi keluarga banyak menentukan perkembangan kehidupan pendidikan dan karier
anak. Kondisi sosial yang menggambarkan status orang tua merupakan faktor yang
“dilihat” oleh anak untuk menentukan pilihan sekolah dan pekerjaan. Secara
tidak langsung keberhasilan orang tua merupakan “beban” bagi anak, sehingga
dalam menentukan pilihan pendidikan tersirat untuk ikut mempertahankan
kedudukan orang tua. Di samping itu, secara eksplisit orang tua menyampaikan
harapan hidup anaknya yang tercermin pada dorongan untuk memilih jenis sekolah
atau pendidikan yang diidamkan oleh orang tua.
Faktor ekonomi
mencakup kemampuan ekonomi orang tua dan kondisi ekonomi negara (masyarakat).
Yang pertama merupakan kondisi utama karena menyangkut kemampuan orang tua
dalam membiayai pendidikan anaknya. Banyak anak berkemampuan intelektual tinggi
tidak dapat menikmati pendidikan yang baik disebabkan oleh keterbatasan
kemampuan ekonomi orang tuanya.
b. Faktor Lingkungan
Pengaruh dari
faktor lingkungan ini meliputi tiga macam. Pertama, lingkungan kehidupan
masyarakat, seperti lingkungan masyarakat perindustrian, pertanian, atau
lingkungan perdagangan. Dikenal pula lingkungan masyarakat akademik atau
lingkungan di mana para anggota masyarakatnya pada umumnya terpelajar atau
terdidik. Lingkungan kehidupan semacam itu akan membentuk sikap anak dalam
menentukan pola kehidupan yang pada gilirannya akan mempengaruhi pemikiran
remaja dalam menentukan jenis pendidikan dan karier yang diidamkan.
Kedua,
lingkungan kehidupan rumah tangga di mana kondisi sekolah merupakan lingkungan
yang langsung berpengaruh terhadap kehidupan pendidikan dan cita-cita karier
remaja. Lembaga pendidikan atau sekolah yang baik mutunya, yang memelihara
kedisiplinan cukup tinggi akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap
dan perilaku kehidupan pendidikan anak dan pola pikirnya dalam menghadapi
karier.
Ketiga, lingkungan
teman sebaya. Bahwa pergaulan teman sebaya akan memberikan pengaruh langsung
terhadap kehidupan pendidikan masing-masing remaja. Lingkungan teman sebaya
akan memberikan peluang bagi remaja (laki-laki atau wanita) untuk menjadi lebih
matang. Di dalam kelompok sebaya seorang gadis berkesempatan untuk menjadi
seorang wanita dan perjaka untuk menjadi seorang laki-laki serta belajar
mandiri sesuai dengan kodratnya.
c. Faktor Pandangan Hidup
Pandangan hidup
merupakan bagian yang terbentuk dari lingkungan. Pengejawantahan pandangan
hidup tampak pada pendirian seseorang, terutama dalam menyatakan cita-cita
hidup bagi remaja. Dalam memilih lembaga pendidikan, seorang individu
dipengaruhi oleh kondisi keluarga yang melatarbelakangi. Remaja yang berasal
dari kalangan keluarga kurang, umumnya bercita-cita untuk di kemudian hari
menjadi orang yang berkecukupan (kaya), dan dengan demikian dalam memilih jenis
pendidikan berorientasi kepada jenis pendidikan yang dapat mendatangkan banyak
uang, misalnya; kedokteran, ekonomi, dan ahli teknik.
D. Implikasi
Tugas-tugas Perkembangan Remaja Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Memperlihatkan
banyaknya faktor kehidupan yang berada di lingkungan remaja, maka pemikiran
tentang penyelenggaraan pendidikan juga harus memperhatikan faktor-faktor
tersebut. Sekalipun dalam penyelenggaraan pendidikan diakui bahwa tidak mungkin
memenuhi tuntutan dan harapan seluruh faktor yang berlaku tersebut. Berkaitan
dengan hal itu, maka terdapat beberapa implikasi dari tugas-tugas perkembangan
remaja dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi ;
a. Pendidikan
yang berlaku di Indonesia, baik pendidikan yang diselenggarakan di dalam
sekolah maupun di luar sekolah, pada umumnya diselenggarakan dalam bentuk
klasikal. Penyelenggaraan pendidikan klasikal ini berarti memberlakukan sama
semua tindakan pendidikan kepada semua remaja yang tergabung di dalam kelas,
sekalipun masing-masing diantara mereka sangat berbeda-beda. Pengakuan terhadap
kemampuan setiap pribadi yang beraneka ragam itu menjadi kurang. Oleh karena
itu, yang harus mendapatkan perhatian di dalam penyelenggaraan pendidikan
adalah sifat-sifat dan kebutuhan umum remaja, seperti pengakuan akan
kemampuannya, ingin untuk mendapatkan kepercayaan, kebebasan, dan semacamnya.
b. Beberapa
usaha yang perlu dilakukan dalam penyelenggaraan pendidikan sehubungan dengan
minat dan kemampuan remaja yang dikaitkan terhadap cita-cita kehidupannya
antara lain adalah :
-Bimbingan
karier dalam upaya mengarahkan siswa untuk menentukan pilihan jenis
pendidikan dan jenis pekerjaan sesuai dengan kemampuannya.
-Memberikan
latihan-latihan praktis terhadap siswa dengan berorientasi kepada kondisi
(tuntutan) lingkungan.
-Penyusunan
kurikulum yang komprehensif dengan mengembangkan kurikulum muatan lokal.
c. Keberhasilan
dalam memilih pasangan hidup untuk membentuk keluarga banyak ditentukan oleh
pengalaman dan penyelesaian tugas-tugas perkembangan masa-masa sebelumnya.
Untuk mengembangkan model keluarga yang ideal maka perlu dilakukan :
-Bimbingan
tentang cara pergaulan dengan mengajarkan etika pergaulan lewat pendidikan budi
pekerti dan pendidikan keluarga.
-Bimbingan siswa
untuk memahami norma yang berlaku baik di dalam keluarga, sekolah, maupun di
dalam masyarakat. Untuk kepentingan ini diperlukan arahan untuk kebebasan
emosional dari orang tua.
d. Pendidikan
tentang nilai kehidupan untuk mengenalkan norma kehidupan sosial kemasyarakatan
perlu dilakukan. Dalam hal ini perlu dilakukan pendidikan praktis melalui
organisasi pemuda, pertemuan dengan orang tua secara periodik, dan pemantapan
pendidikan agama baik di dalam maupun di luar sekolah.
E. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dari
pembahasan terhadap pokok permasalahan di atas, maka dapat
kami simpulkan beberapa hal diantaranya adalah :
1.
Bahwa masa remaja
merupakan masa yang sangat menentukan, di mana anak banyak
mengalami perubahan fisik dan psikis, mereka menuntut untuk
diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya sendiri, suka mencetuskan
perasaannya, dan pengakuan terhadap kedewasaannya hingga mengakibatkan
kegelisahan di dalam dirinya, kurang tenang dengan keadaan lingkungan. Remaja
juga sangat tertarik kepada kelompok sebaya, mencari perhatian di dalam
lingkungannya, emosi yang meluap-luap, serta pertumbuhan fisik mengalami perubahan
yang pesat.
2.
Bahwa pendidikan harus
diberikan dan difungsikan secara maksimal dalam rangka
memberikan keterampilan dan menitikberatkan pada pewarisan budaya,
norma dan nilai.
3.
Sekolah sebagai salah satu
instrument pendidikan harus sekurang-kurangnya terdapat berbagai fungsi
pada “personal” dan “interpersonal”, di mana sekolah adalah sebuah tempat yang
menggambarkan sebuah konteks interaksi sosial dan mengembangkan kebersamaan.
4.
Ada tiga jenis lingkungan
pendidikan yang berpengaruh terhadap remaja dan harus
dijalankan sesuai dengan fungsinya masing-masing yakni lingkungan pendidikan
dimasyarakat, lingkungan pendidikan di sekolah dan lingkungan pendidikan
keluarga.
Saran
Adapun
saran-saran kami untuk sebagai solusi terhadap permsalahan ini adalah
antara lain :
Perlunya
memahami pertumbuhan dan perkembangan remaja sehingga
dipahami pola-popa perilaku yang seharusnya dinteraksikan
kepada mereka oleh semua pihak baik oleh keluarga, masyarakat
ataupun para pendidik.