Senin, 09 April 2012

Remaja dalam balutan gaya


Remaja dalam balutan gaya

Orang tua adalah indikator penting dalam pertumbuhan jiwa seorang anak, pendidikan hanyalah sebuah kunci bagi sang anak untuk menatap masa depan…hasilnya tergantung sebesar keinsyafannya !
Zaman dulu para orang tua begitu sangat disiplin dalam mendidik buah hatinya dengan segala keterbatasan teknologi dengan harapan kesuksesan yang minimal setara bahkan lebih dari mereka, tapi kini perkembangan zaman yang semakin edan tampaknya mampu menghipnotis sebahagian para anak-anak ketika ia beranjak remaja.
Tutur kata dan adat sopan santun yang dahulunya menjadi prioritas utama seakan tenggelam dalam balutan gaya globalisasi yang semakin booming ditambah dengan arus teknologi yang makin yahuud membuat remaja masa kini terkontaminasi dab terisolir oleh keadaan tersebut, sangat memprihatinkan !
Faktor lingkungan pun kadang dijadikan sebagai alasan atas kondisi buruk para anak muda, Menurut Dick Hebdige ” Remaja telah dikonstruksikan dalam wacana “masalah” dan “kesenangan” (remaja sebagai pembuat masalah dan remaja yang hanya gemar bersenang-senang). Misalnya, dalam kelompok pendukung sepakbola dan geng-geng, remaja selalu diasosiasikan dengan kejahatan dan kerusuhan. Di pihak lain, remaja juga direpresentasikan sebagai masa penuh kesenangan, dimana orang bisa bergaya dan menikmati banyak aktivitas waktu luang.
Pendapat di atas ada benarnya jika kita melihat dari sudut pandang realita, sebab para anak-anak menganggap bahwa masa remaja adalah masa dimana mereka mulai mengenal dunianya dan gaya pasti akan menjadi acuan utama.
Wajar jika banyak remaja memiliki gaya hidup yang sangat unik…mulai dari pakaian, rambut, pola pikir hingga pola tindak. ke semuanya adalah resiko dari tantangan era.
Saya sangat sependapat dengan sebuah statemen yang mengatakan untuk merubah bangsa ke arah yang lebih baik harus ada perubahan pola pikir dan pola tindak (Nurdin Halid).
Keutuhan suatu bangsa akan tercapai dari sudut remaja sebagai generasi penerus. jika generasi hancur maka negara ikut hancur dan begitupun sebaliknya. tak bisa dipungkiri bahwa gaya hidup mengalami perubahan karena adanya campur tangan dunia teknologi, itu boleh-boleh saja sebagai sebuah terobosan hidup tetapi sedikit banyaknya telah merubah paradigma berfikir remaja.
Begitupun dengan dunia fashion, remaja sangat bangga jika mereka berpenampilan menarik dengan pakaian yang sangat sempit, sungguh merusak tatanan budaya dan agama dan sesegera mungkin harus diberikan solusi.
Perhatian orang tua sedini mungkin sangat dibutuhkan dalam membimbing para anak-anak remaja agar mereka bisa terhindar dari kungkungan kapitalisme.

Minggu, 08 April 2012

Maraknya Kenakalan Remaja

Maraknya Kenakalan Remaja


Akhir-akhir ini marak sekali penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh remaja-remaja di antara usia 12 sampai 17 tahun baik di kota-kota muda maupun pedesaan.
Sambung – menyambung dari hari ke hari,masalah remaja ini semakin rumit saja.Seakan – akan masalah ini tak akan bisa terselesaikan.Salah satu faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja yang terjadi saat ini,adalah teknologi.Dunia teknologi yang semakin canggih di samping bermanfaat dalam membantu kita mengetahui informasi -informasi terbaru,dunia teknologi juga membawa dampakyang negatif pula bagi lapisan masyarakat yang cukup luas.
Kenakalan remaja biasanya terjadi karena mereka gagal dalam menjalani proses -proses perkembangan jiwanya , baik pada saat nremaja maupun pada masa kanak-kanaknya .Kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan pada masa remaja maupun kanak-kanak oleh pelakunya.Hal ini hampir dialami oleh setiap anak pada umumnya .seringkali juga ditemui adanya trauma dalam diri mereka,baik karena faktor lingkungan,perlakuan kasar maupun keadaan ekonominya yang membuatnya merasa rendah diri.
Jika ingin mengatasinya berarti kita harus mengatasi perasaan maupun emosinya yang telah tercabik-cabik.Kenakalan remaja juga tak lepas dari pengaruh dan didikan orang tua.Kesalahan dalam mendidik anak juga sangat berpengaruh besar dalam hal tersebut.Seperti halnya kehidupan anak-anak yang menyimpang karena kedua orang tuanya berpisah/bercerai,si anak merasa kurang mendapatkan perhatian dari orang tua dan akhirnya melakukan aktivitas/kegiatan yang menyimpang. Terkadang orang tua juga lupa bahwa perilaku sehari-hari yang mereka lakukuan akan di contoh oleh anak-anaknya dalam kehidupannya.karena orang tua adalah sosok yang mulia di mata anak-anak,terutama kita para remaja.
Pada masa remaja ,juga mulai mengenal lawan jenis,dan mulai mengenal yang namanya “cinta”.Padahal biasanya hal itu malah menjerumuskan kita pada hal-hal yang negatif seperti “FREE SEKS.”saat ini hal itu marak dan bahkan dianggap hal yang biasa oleh kebanyakan remaja.Juga teknolagi seperti handphone yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi kita,ternyata juga mempunyai sisi yang negatif.salah satunya adalah mengisi handphone tersebut dengan video porno yang dapat menaikkan hawa nafsu dan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan.
Ternyata kenakalan-kenakalan yang dilakukan remaja tidak berhenti sampai disitu.kalian pasti tidak pernah menyadarinya,bukan?
Remaja putra,pasti 90% pernah mencoba bahkan terbiasa menghisap rokok yang ternyata sangat berbahaya bagi diri kita sendiri.Bahkan putri pun ta jarang kita temui menghisap rokok,seakan terasa nikmat.Dan kenakalan yang hampir 100%,bahkan 99% dilakukan para remaja adalah mencontek.
Itulah kenakalan dan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan remaja saat ini.Jadi,janganlah membuang waktumu dengan hal-hal yang negatif.Lakukan dan manfaatkan teknologi dan fasilitas yang ada dengan baik.
“Karena hidup adalah perjuangan dan kesempatan yang ta kan datang dua kali.”
(merokok) (menyontek)

Sabtu, 07 April 2012

TEORI EGO ERIKSEN


TEORI EGO ERIKSEN





Erik Homburger Erikson dilahirkan di Frankurt, Jerman pada tanggal 15 juni 1902. Sangat sedikit yang bisa diketahui tentang asal usulnya. Ayahnya adalah seorang laki-laki berkebangsaan Denmark yang tidak dikenal namanya dan tidak mau mengaku Erikson sebagai anaknya sewaktu masih dalam kandungan dan langsung meninggalkan ibunya. Ibunya bernama Karla Abrahamsen yang berkebangsaan Yahudi. Saat Erikson berusia tiga tahun ibunya menikah lagi dengan seorang dokter bernama Theodore Homburger, kemudian mereka pindah kedaerah Karlsruhe di Jerman Selatan. Pada 1911 Erik secara resmi diadopsi oleh ayah tirinya. Nama Erik Erikson dipakai pada tahun 1939 sebagai ganti Erik Homburger. Erikson menyebut dirinya sebagai ayah bagi dirinya sendiri, nama Homburger direduksi sebagai nama tengah bukan nama akhir.
Sebelum melihat lebih jauh mengenai teori dari Erik Erikson, maka kita tidak bisa melewati sketsa biografi Erik Erikson yang juga berperan/mendukung terbentuknya teori psikoanalisis. Pencarian identitas tampaknya merupakan fokus perhatian terbesar Erikson dalam kehidupan dan teorinya.
Pertama kalinya Erikson belajar sebagai “child analyst” melalui sebuah tawaran/ajakan dari Anna Freud (putri dari Sigmund Freud) di Vienna Psycholoanalytic Institute selama kurun waktu kurang lebih tahun 1927-1933. Bisa dikatakan Erikson menjadi seorang psikoanalisis karena Anna Freud. Kemudian pada tanggal 1 April 1930 Erikson menikah dengan Joan Serson, seorang sosiologi Amerika yang sedang penelitian di Eropa. Pada tahun 1933 Erikson pindah ke Denmark dan di sana ia mendirikan pusat pelatihan psikoanalisa (psychoanalytic training center). Pada tahun1939 Erikson pindah ke Amerika Serikat dan menjadi warga Negara tersebut, selain itu secara resmi pun dia telah mengganti namanya menjadi Erik Erikson. Tidak ada yang tahu apa alasannya memilih nama tersebut.
Erik Erikson adalah seorang psikolog perkembangan Denmark-Jerman-Amerika dan psikoanalis terkenal karena teorinya tentang pembangunan sosial manusia. Dia mungkin paling terkenal untuk coining krisis identitas frase. Anaknya, Kai T. Erikson, adalah seorang sosiolog Amerika.
Perkembangan identitas tampaknya telah menjadi salah satu keprihatinan Erikson terbesar dalam hidup sendiri maupun teorinya. Selama masa kanak-kanak dan dewasa awal ia dikenal sebagai Erik Homburger. Dia adalah seorang pribadi yang jangkung berambut pirang, bermata biru, dan anak yang dibesarkan dalam agama Yahudi. Di sekolah kuil, anak-anak menggodanya karena Nordic; di sekolah dasar, mereka menggoda dia untuk menjadi Yahudi. Erikson adalah seorang mahasiswa dan guru seni. Ketika mengajar di sebuah sekolah swasta di Wina, ia berkenalan dengan Anna Freud, putri Sigmund Freud. Erikson mengalami psikoanalisis dan pengalaman itu membuatnya memutuskan untuk menjadi seorang analis sendiri. Dia dilatih dalam psikoanalisis di Wina psikoanalitis Institute dan juga mempelajari metode pendidikan Montessori, yang berfokus pada perkembangan anak.
Setelah lulusdari Institute di Wina psikoanalitis 1933, Nazi baru saja berkuasa di Jerman dan ia berhijrah bersama istrinya, pertama ke Denmark lalu ke Amerika Serikat, di mana ia menjadi psikoanalis anak pertama di Boston. Erikson memegang posisi di Massachusetts General Hospital, Hakim Bimbingan Baker Center dan di Harvard Medical School dan Psikologis Klinik, membangun reputasi sebagai dokter. Pada tahun 1936, Erikson menerima posisi di Yale University, bekerja di Institute of Human Relations dan mengajar di Sekolah Kedokteran. Setelah setahun mengamati anak-anak Sioux di Dakota Selatan, ia bergabung dengan staf pengajar University of California di Berkeley, berafiliasi dengan Institut Kesejahteraan Anak, dan membuka praktik. Di California, Erikson belajar anak suku asli Yurok Amerika.
Setelah penerbitan buku yang terkenal Erikson, Anak dan Masyarakat, pada 1950, ia meninggalkan University of California ketika ada profesor meminta untuk tanda-tangani sumpah loyalitas. Ia menghabiskan sepuluh tahun bekerja dan mengajar di Pusat Riggs Austen., fasilitas perawatan psikiatri terkemuka di Stockbridge, Massachusetts, dimana ia bekerja dengan orang-orang muda emosional bermasalah. Pada tahun 1960, Erikson kembali ke Harvard sebagai profesor pembangunan manusia dan tetap di universitas hingga pensiun pada tahun 1970. Erikson juga dikreditkan dengan menjadi salah satu pencetus psikologi Ego, yang menekankan peran ego sebagai lebih dari seorang hamba id.
Menurut Erikson, lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk memberikan pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan identitas. Bukunya 1969 Gandhi Kebenaran, yang lebih terfokus pada teori yang diterapkan untuk tahap selanjutnya dalam siklus hidup, memenangkan hadiah Pulitzer Erikson dan US National Book Award. Pada tahun 1973 National Endowment untuk dipilih Humaniora Erikson untuk Kuliah Jefferson, kehormatan pemerintah federal AS untuk pencapaian tertinggi di humaniora. Erikson kuliah berjudul “Dimensi dari Identity Baru.” Erik Erikson meninggal pada 12 Mei 1994.
Erik Erikson percaya bahwa setiap manusia berjalan melalui sejumlah tahap untuk mencapai pembangunan penuhnya, berteori delapan tahap, bahwa manusia melewati dari lahir sampai mati. (Anak dan Masyarakat-Erik Erikson) Erikson menguraikan tahap genital Freud menjadi remaja dan menambahkan tiga tahap dewasa. Janda Joan Serson Erikson menguraikan pada model sebelum kematiannya, menambahkan tahap kesembilan (umur tua) itu, dengan mempertimbangkan harapan hidup meningkat di budaya Barat. Erikson adalah Neo-Freudian, digambarkan sebagai seorang psikolog ego mempelajari tahap pembangunan yang mencakup seluruh siklus hidup. Setiap tahap Erikson pengembangan psikososial ditandai oleh konflik, untuk yang resolusi sukses akan menghasilkan hasil yang menguntungkan, misalnya, kepercayaan vs ketidakpercayaan dan oleh sebuah peristiwa penting, konflik ini terselesaikan sendiri.
Favourable hasil dari setiap tahap kadang dikenal sebagai “kebajikan”, istilah yang digunakan, dalam konteks kerja Eriksonian, sebagaimana diterapkan untuk obat-obatan yang berarti “potensi.” Misalnya kebajikan yang akan muncul dari resolusi yang berhasil. Anehnya dan kontra-intuitif, penelitian Erikson menyarankan setiap individu harus belajar cara memegang kedua ekstrim setiap tantangan hidup tahap tertentu dalam ketegangan satu sama lain, tidak menolak salah satu ujung ketegangan atau yang lain. Hanya ketika kedua ekstrem dalam tahap tantangan hidup dipahami dan diterima sebagai keduanya diperlukan dan berguna, didapat kebajikan yang optimal. Jadi, ‘kepercayaan’ dan ‘salah kepercayaan’ itu harus dipahami dan diterima, agar harapan realistis ‘untuk muncul sebagai solusi yang layak pada tahap pertama. Demikian pula, ‘integritas’ dan ‘putus asa’ itu harus dipahami dan berpelukan, agar hikmat ditindak-lanjuti ‘ sebagai solusi yang layak pada tahap terakhir.
Sebagian besar penelitian empiris ke teori Erikson telah difokuskan pada pandangannya mengenai upaya untuk membangun identitas masa remaja. pendekatan teoretis-Nya telah dipelajari dan didukung, khususnya mengenai remaja, oleh James Marcia. Marcia’s Erikson bekerja diperpanjang dengan membedakan berbagai bentuk identitas, dan ada beberapa bukti empiris bahwa orang-orang yang membentuk diri yang paling koheren-konsep pada masa remaja adalah mereka yang paling mampu membuat lampiran intim di usia dewasa awal. Ini mendukung teori Eriksonian, yang menunjukkan bahwa mereka paling siap untuk menyelesaikan krisis dewasa awal dan berhasil menyelesaikan krisis remaja.
Banyak yang merasa bahwa Erik H. Erikson telah menghembuskan kehidupan baru kedalam  teori psikoanalitik. Meskipun beberapa konsep-nya berbeda dari Freud, Erikson telah meniupkan kehidupan baru ke dalam teori psikoanalitik. Meskipun beberapa konsep-nya berbeda dari Freud, Erikson telah menjelaskan penemuan baru dan konsep yang berbeda. Erikson menyatakan bahwa ia tetap setia dengan teori Freud dan kontribusinya, yang memperpanjang dan menguraikan ide-ide psikoanalitik, tidak bertentangan dengan ajaran dasar psikoanalisis Freudian
Erikson, seperti Anna Freud, Hartman, White dan teoretikus ego lainnya kontemporer analitik, adalah kesepakatan yang baik,  lebih peduli dengan ego dibandingkan dengan id dan superego. Erikson melihat ego mewakili “kapasitas manusia untuk menyatukan pengalaman dan tindakan nya secara adaptif” (1963, hal.15), dan dia membuat ego menguasai bukan budak dari dua sistem lainnya.
Erikson telah membangun di atas konsep Freud pada tahap perkembangan, memperluas Target sendiri melalui seluruh siklus hidup, dari lahir sampai mati. Erikson menerima dinamika biologis-seksual bassic dipostulasikan oleh Freud. Salah satu kontribusi besar Erikson adalah telah menekankan interaksi individu dengan lingkungan sosial dalam membentuk kepribadian, ego telah “berakar dalam organisasi sosial”
  EGO  KREATIF MENURUT ERIKSON
Membangun dan memperluas karya Sigmund dan Anna Freud dan Heinz Hartman, Erikson menggambarkan ego yang memiliki kualitas kreatif. Ini tidak hanya berusaha secara aktif untuk beradaptasi dengan lingkungannya tetapi menemukan solusi kreatif untuk setiap masalah baru. Bahkan ketika digagalkan, ego merespon dengan semangat, karena memiliki kekuatan dasar dan fleksibilitas.
Erikson memandang ego sebagai kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri secara kreatif dan otonom. Erikson menjelaskan bahwa ego itu memiliki kreatifitas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tidak hanya di tentukan oleh factor  internal yang berasal dari dalam diri individu, tetapi juga di tentukan oleh faktor sosial dan budaya tempat individu itu berada.
Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego, yang tidak adap pada psikoanalisa freud, yakni kepercayaan, dan penghargaan, otonomi dan kemaun, kerajinan, dan kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego semacam itu disebut ego kreatif, ego yang dapat menemukan pemecahan kreatif atas masalah pada setiap tahap kehidupan. apabila menemui hambatan ataupun konflik, ego tidak menyerah akan tetapi bereaksi dengan menggunakan kombinasi antara kesiapan batin dan kesempatan yang disediakan oleh lingkungan. Ego bukan budak melainkan yang mengatur id, super ego, dan dunia luar. Jadi ego selain hasil dari proses faktor-faktor gentik, fisiologik, dan anatomis, juga dibentuk oleh konteks cultural dan historis.
Ego kreatif dari Erikson yang dapat dipandang sebagai pengembangan dari teori perkembangan seksual-infantil dari Freud, mendapat pengakuan yang luas sebagai teori yang khas, berkat pandangannya bahwa perkembangan keperibadian mengikuti perinsipepigenetic. Bagi organisme, untuk mencapai perkembangan penuh dari struktur biologis potensialnya, lingkungan harus memberi stimulasi yang khusus. Menurut erikson, fungsi psikoseksual dari Freud yang bersifat biologis juga bersifat epigenesist, artinya psikoseksual untuk berkembang membutuhkan stimulasi khusus dari lingkungan dalam hal ini yang terpenting adalah lingkungan sosial.
Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego yakni kepercayaan dan penghargaan, otonomi dan kemauan, kerajinan dan kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego ini dapat menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Ego bukan menjadi budak lagi, namun dapat mengatur id, superego dan dibentuk oleh konteks cultural dan historik. Berikut adalah ego yang sempurna menurut Erikson :
1.                  Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat diverifikasi dengan metoda kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data hasil interaksi dengan lingkungan.
2. Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sens of reality) yang   menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan pandangan semesta, mirip dengan pronsip realita dari Freud.
3. Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain, memperkuat   hubungan untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Erikson, ego sebagian bersifat tak sadar, mengorganisir dan mensitesa pengalaman sekarang dengan pengalaman diri masa lalu dan dengan diri masa yang akan datang. Dia menemukan tiga aspek ego yang saling berhubungan, yakni:
1.                  Body Ego: Mengacu ke pengalaman orang dengan tubuh/ fisiknya sendiri.
2.                  Ego Ideal: Gambaran mengenai bagaimana seharusnya diri, sesuatu yang bersifat ideal.
3.                  Ego Identity: Gambaran mengenai diri dalam berbagai peran sosial.
Teori Ego dari Erikson memandang bahwa perkembangan kepribadian mengikuti prinsip epigenetik. Bagi organisme, untuk mencapai perkembangan penuh dari struktur biologis potensialnya, lingkungan harus memberi stimulasi yang khusus. Sama seperti Freud, Erikson menganggap hubungan ibu-anak menjadi bagian penting dari perkembangan kepribadian. Tetapi Erikson tidak membatasi teori hubungan id-ego dalam bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego.
Tipe ego yang digambarkan oleh Erikson dapat disebut ego kreatif, meskipun ia sendiri tidak menggunakan kata tersebut. Ego kratif dapat dan memang berhasil menemukan pemecahan-pemecahan kreatif atas masalah-masalah baru yang menimpanya pada setiap tahap kehidupan.  Pada setiap tahap ia mampu menggunakan kombinasi antara kesiapan batin dan kesempatan yang tersedia di dunia luar serta melakukannya dengan giat, bahkan dengan perasaan gembira. Apabila menemui hambatan, maka ego bereaksi dengan usaha baru dan bukan menyerah. Ego tampak sangat kuat dan tabah. Kemampuan untuk bangkit kembali menurut Erikson, merupakan suatu inheren dalam ego muda. Pada kenyataannya, ego justru bekembang berkat konplik dan krisis. Ego dapat dan biasanya memang menjadi tuan dan bukan budak id, dunia luar dan super ego. Memang Erikson sangat sedikit brbicara tentang id dan super ego, atau tentang motivasi tak sadar dan strategi-strategi irasional.
Sebagai seorang psikoanalis yang melakukan praktik, Erikson tentu menyadari sifat rentan ego, pertahanan-pertahanan irasional yang dibangunnya, dan akibat merusak trauma, kecemasan dan rasa bersalah. Tetapi ia juga sering melihat bahwa ego pasien mampu menangani secara efektif masalah-masalahnya dengan sedikit bantuan dari ahli psikoterapi. Pemusatan pada kekuatan potensial ego ini mewarnai semua tulisan Erikson.
Konsepsi Erikson tentang Ego sangat memasyarakat dan historis. Disamping faktor-faktor genetik, fisiologis, dan anatomis yang ikut menentukan kodrat ego si individu, terdapat juga pengaruh-pengaruh kultural dan historis yang penting. Penempatan ego dalam suatu konteks kultural dan historis ini-suatu kerangka ruang-waktu-merupakan salah satu sumbangan Erikson yang sangat kreatif bagi teori ego.
 FUNGSI EGO
Fungsi ego dalam diri individu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.                  Fungsi dorongan ekonomis; fungsi ego ini menyalurkan dengan cara mewujudkan dalam bentuk tingkah laku secara baik yaitu yang baik dan dapat diterima lingkungan, berguna dan menguntungkan baik bagi diri individu sendiri maupun orang lain di lingkungannya.
2.                  Fungsi kognitif; berfungsinya ego pada diri individu untuk menerima rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat mempergunakannya unuk keperluan coping behavior. Dalam hal ini individu mempergunakan kemampuan kognitifnya dengan disertai oleh pertimbangan-pertimbangan akal dan menalar.
3.                  Fungsi pengawasan; disebut juga dengan fungsi kontrol, maksudnya tingkah laku yang dimunculkan individu merupakan tingkah laku yang berpola dan sesuai dengan aturan. Secara khusus fungsi ego ini mengontrol perasaan dan emosi terhadap tingkah laku yang dimunculkan
§                      CIRI KHAS PSIKOLOGI EGO ERIKSON
1.                  Erikson menekankan kesadaran individu untuk menyesuaikan diri dengan pengaruh sosial. Pusat perhatian psikologi ego adalah kemasukan ego yang sehat.
2.                  Erikson berusaha mengembangkan teori insting dari Freud dengan menambahkan konsep epigenetik kepribadian.
3.                  Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif mungkin berasal dari impuls id yang tak sadar, namun motif itu bisa membebaskan diri dari id seperti individu meninggalkan peran sosial di masa lalunya. Fungsi ego dalam pemecahan masalah, persepsi, identitas ego, dan dasar kepercayaan bebas dari id, membangun sistem kerja sendiri yang terlepas dari sistem kerja id.
4.                  Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang. Selama menyesuaikan diri dengan realita, ego mengembangkan perasaan keberkelanjutan diri dengan masa lalu dan masa yang akan datang.
§                     KONSELING EGO
Konseling ego dipopulerkan oleh Erikson. Konseling  ego memiliki ciri khas yang lebih menekankan pada fungsi ego. Kegiatan konseling yang dilakukan pada umumnya bertujuan untuk memperkuat ego strength, yang berarti melatih kekuatan ego klien. Seringkali orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya, orang yang rendah diri, dan tidak bisa mengambil keputusan secara tepat dikarenakan ia tidak mampu memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, meraih keinginannya.
Perbedaan ego menurut Freud dengan ego menurut Erikson adalah: Menurut Freud ego tumbuh dari id, sedangkan menurut Erikson ego tumbuh sendiri yang menjadi kepribadian seseorang.
Erik Erikson percaya bahwa setiap manusia berjalan melalui sejumlah tahap untuk mencapai pembangunan penuhnya, berteori delapan tahap, bahwa manusia melewati dari lahir sampai mati. (Anak dan Masyarakat-Erik Erikson) Erikson menguraikan tahap genital Freud menjadi remaja dan menambahkan tiga tahap dewasa. Erikson menguraikan pada model sebelum kematiannya, menambahkan tahap kesembilan (umur tua) itu, dengan mempertimbangkan harapan hidup meningkat di budaya Barat. Erikson adalah Neo-Freudian, digambarkan sebagai seorang psikolog ego mempelajari tahap pembangunan yang mencakup seluruh siklus hidup. Setiap tahap menurut Erikson dalam pengembangan psikososial ditandai oleh konflik, untuk yang resolusi sukses akan menghasilkan hasil yang menguntungkan, misalnya, kepercayaan vs ketidakpercayaan dan oleh sebuah peristiwa penting, konflik ini terselesaikan sendiri.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN PSIKOSOSIAL
1.      Prinsip Epigenetik
Menurut Erikson, ego berkembang melalui berbagai tahap kehidupan mengikuti prinsip epigenetik, istilah yang dipinjam dari embriologi. Perkembangan epigenetik adalah perkembangan tahap demi tahap dari organ-organ embrio. Ego berkembang mengikuti prinsip epigenetik, artinya tiap bagian dari ego berkembang pada tahap perkembangan tertentu dalam rentangan waktu tertentu (yang disediakan oleh hereditas untuk berkembang). Tahap perkembangan yang satu terbentuk dan dikembangkan di atas perkembangan sebelumnya (tetapi tidak mengganti perkembangan tahap sebelumnya itu).

2.      Aspek Psikoseksual
Teori perkembangan dari Erikson melengkapi dan menyempurnakan teori Freud dalam dua hal, pertama melengkapi tahapan perkembangan menjadi delapan yakni tahap bayi (infcy), anak (candy childhood), bermain (play age), sekolh (school ge), remaja (addolesence), dewasa awal (young adulthood), dewasa (adulthood) dan tua (mature). Freud hanya membahs 4 tahapan, dri bayi sampai dengan usia sekolah. Kedua, memki analisis konflik untuk mendeskkripsi perkembangan kepribadian. Perkembangan insting seksual dipakai Freud untuk menjelaskan bahwa traum (seksual) bias dialami manusia pada usia dini dan bagaimana pengaruhnya pada masa yang akn dating. Erikson mengakui adanya aspek psikoseksual dalam perkembangan, yang menurutnya bias berkembang positif (aktulisasi seksul yang dapat diterima) atau negative (aktualisasi ekpresiseksual yang tidak dikehendaki). Dia memusatkan perhatiannya mendeskripsikan bgaimana kepastian kemnusiaan mengatasi aspek osikoseksual itu; bagaimana mengembangkan insting seksual menjadi positif.
3.      Konflik Psikoseksual
Teori Erikson sendiri memakai dasar perkembangan social; pada setiap tahap perkembangan muncul konflik social yang khas, yang seperti insting seksual harus dikembangkan ke rah positif. Teori perkembangan dari Erikson kemudian dinamakan Teori Perkembangan Psikososial. Enam Pokok Pikiran Teori Perkembangan Psikososial Erikson
1.                  Prinsip Epigenetik: Perkembangan kepribadian mengikuti prinsip epigenetik.
2.                  Interaksi Bertentangan: Di setiap tahap ada konflik psikososial, antara elemen sintonik (syntonic = harmonious) dan distonik (dystonic = disruptive). Kedua elemen itu dibutuhkan oleh kepribadian.
3.                  Kekuatan Ego: Konflik psikososial di setiap tahap hasilnya akan mempengaruhi atau mengembangkan ego. Dari sisi jenis sifat yang dikembangkan, kemenangan aspek sintonik akan memberi ego sifat yang baik, disebut Virtue. Dari sisi  enerji, virtue akan meningkatkan kuantitas ego atau kekuatan ego untuk mengatasi konflik sejenis, sehingga virtue disebut juga sebagai kekuatan dasar (basic strengh).
4.                  Aspek Somatis: Walaupun Erikson membagi tahapan berdasarkan perkembangan psikososial, dia tidak melupakan aspek somatis/biologikal dari perkembangan manusia.
5.                  Konflik dan Peristiwa Pancaragam (Multiplicity of Conflict and Event): Peristiwa pada awal perkembangan tidak berdampak langsung pada perkembangan kepribadian selanjutnya. Identitas ego dibentuk oleh konflik dan peristiwa masa lalu, kini, dan masa yang akan datang.
6.                  Di setiap tahap perkembangan, khususnya dari masa adolesen dan sesudahnya, perkembangan kepribadian ditandai oleh krisis identitas (identity crisis), yang dinamakan Erikson “titik balik, periode peningkatan bahaya dan memuncaknya potensi”.


Menguatkan Ego Remaja

·                                
Menguatkan Ego Remaja

EGO punya peran penting dalam pembentukan kepribadian remaja. Menurut psikolog Dr. Wisnubrata Hendrojuwono, remaja yang memiliki ketahanan ego yang tinggi lebih mampu mengatasi masalah yang dihadapinya. Dan remaja yang mampu mengontrol egonya, lebih bisa menekan dorongan-dorongan impulsif. Masalahnya kemudian, bagaimana membangkitkan ketahanan dan daya kontrol itu. Ternyata, ada metode pembinaan yang bisa mengembangkan kemampuan remaja menyiasati realitas dan meningkatkan kesanggupan menenggang tekanan realitas. Upaya ini pada hakikatnya merupakan pengembangan fungsi ego. Tujuannya meningkatkan kualitas pribadi, kestabilan emosi, ketahanan mental, serta kemandirian individu. Metode pembinaan itu dikenal sebagai Experiential Learning. Intinya, pengembangan fungsi ego remaja. "Ini merupakan salah satu upaya terobosan yang intensif untuk mempengaruhi tingkah laku remaja," kata Wisnubrata. Sabtu, 26 Mei lalu, di Universitas Padjadjaran Bandung, ia mempertahankan disertasinya "Pengaruh Experiental Learning terhadap Peningkatan Ketahanan Ego dan Kontrol Ego Remaja" yang membahas metode pengembangan itu. Ia lulus dengan yudisium cumlaude. Untuk menggariskan kesimpulannya, Wisnusubrata melakukan penelitian sejak Desember tahun lalu hingga Maret tahun ini. Penelitiannya melibatkan 228 remaja, 114 menjalani pembinaan dan 114 lainnya dijadikan grup pembanding. Semua res- pondennya siswa kelas I SMA Negeri 19 Bandung. Ada sebabnya ia tertarik mengembangkan pembinaan fungsi ego remaja. "Remaja kita semakin kurang bertanggung jawab," katanya. Contohnya, kecil-kecil kalau berkelahi, tusuk-tusukan. Ini menunjukkan daya kontrol ego mereka itu lemah. Sikap lain yang kurang baik: cenderung tidak memperhatikan lingkungannya. Mabuk-mabukan, mengisap ganja, atau berlaku tak mau tahu. Ini menandakan para remaja tidak memiliki ketahanan ego. Individu dengan ketahanan ego rapuh tidak memiliki keluwesan melakukan penyesuaian diri. Bahkan, tidak mampu memberi respons pada situasi yang berkondisi dinamis. Dan itu cenderung menjadi kacau bila menghadapi lingkungan yang berubah. "Apalagi bila berada di bawah tekanan, misalnya pengalaman traumatis," kata Wisnusubrata. Individu dengan ketahanan ego mantap punya banyak akal dalam menyesuaikan diri. Dan selain mampu menganalisa situasi dan merekayasa tingkah lakunya, mereka juga memiliki persediaan strategi untuk menembus masalah. Sementara itu, individu dengan kontrol ego ketat mempunyai kemampuan tinggi memberikan respons. Malah, cenderung tidak memanifestasikan kebutuhan dan keinginan ke dalam tingkah laku mereka. Ciri-ciri mereka, di samping mampu menunda pemenuhan kebutuhan, juga sangat sedikit menunjukkan pernyataan emosi. Mereka terampil dalam memproses informasi dan tak mudah menjadi bingung. Umumnya, mereka kurang melakukan eksplorasi dan punya minat sempit. Namun, mereka suka membuat rencana. Sebaliknya, individu dengan kontrol ego yang lemah lamban dalam memberikan respons. Mereka cenderung ekspresif, spontan, dan sering memanifestasikan kebutuhan kebutuhan dan keinginan ke dalam tingkah laku. Ciri remaja ini cenderung langsung memenuhi kebutuhannya. Mereka tidak cermat dalam memproses informasi. Mereka memiliki banyak minat walau rata-rata tidak tahan lama. Karena itu, mereka mudah bingung. Sikap dan pandangan mereka yang kontrol egonya lemah itu umumnya juga tindak orisinal. Mereka menyukai gaya hidup yang sifatnya sementara. Dalam bertindak, mereka cepat meng- ambil keputusan tanpa persiapan karena mereka menyukai hal-hal yang tak jelas. Dalam penelitiannya, Wisnusubrata menerapkan metode pembinaan selama tiga bulan. Menurut laporan para guru SMAN 19, memang ada perkembangan pada para remaja yang mengikuti program latihan itu. Mereka menjadi lebih terbuka dan lebih banyak bertanya. Pembinan itu kebanyakan dilakukan melalui diskusi. Selain pembahasan materi, diskusi itu sendiri dibicarakan. Contoh, A sedang berbicara, tiba-tiba B memotong pembicaraan A. Pembina lalu bertanya, 'Apa yang A rasakan?' "Saya jengkel," jawab A. Setelah dibicarakan terbuka, B membuat pernyataan, "Saya tidak tahu A bakal jengkel." Dalam pembinaan itu para remaja tidak boleh menggunakan kata sifat. Mereka diminta sebisanya menggunakan kata kerja aktif dalam mendeskripsikan pandangan mereka. Misalnya, tidak boleh mengatakan, "Kamu bohong". Yang dianjurkan, "Pendapat kamu tidak betul". Apa komentar para remaja. "Latihan ini berguna karena saya lebih aktif dalam berpendapat, sekaligus peringatan supaya saya berhati-hati dalam pergaulan agar tidak dirugikan," kata Yeni Asmiati. "Saya jadi bisa melihat kekurangan atau kelebihan orang lain." kata Rina Aprilla. Menghadapi perubahan para remaja yang sudah dibina, menurut Wisnusubrata, orangtua pun harus bisa memberikan pengertian. Yang utama, remaja itu berangkat dewasa, bukan anak-anak lagi. Mereka harus diberi tanggung jawab dan wewenang. Misalnya, remaja pria yang tahu sedikit-sedikit soal listrik, apa salahnya diberi kepercayaan memperbaiki setrikaan. Menghadapi date remaja wanita, orangtua menurut Wisnusubrata tidak harus menanyakan mau ke mana, pulang jam berapa, atau pergi dengan siapa. Apakah metode pembinaan itu sesuai dengan keadaan Indonesia? "Saya rasa sesuai," kata Wisnusubrata. "Kalau kita bisa menerima secara wajar dan proporsional, sikap terbuka justru akan mempercepat kematangan." Seseorang itu jadinya akan cepat menyadari kekurangannya. Prof. Dr. J.S. Nimpoeno, yang menjadi promotornya, berkomentar, "Wisnisubrata menggunakan teori, konsep, dan metode psikologi yang sudah disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya kita.


Kamis, 05 April 2012

Kebiasaan Buruk Pacaran Pada Remaja


Kebiasaan Buruk Pacaran Pada Remaja

Benar gak sih? Bila masa remaja tanpa pacaran bagaikan sayur tanpa garam. Sungguh gue bigung banget dengan semua ini. Bagi gue pacaran itu sebuah pilihan, dan bukanlah sebagai sesuatu keharusan. Emang sih selama ini sebagai remaja, gue juga sadar, yang  namanya pacaran sepertinya memang sudah menjadi sebuah tradisi.
Satu hal yang bikin gue tambah heran lagi dan tentunya hal ini lebih ekstrim, bahwa kebanyakan  dari orang dewasa malahan sudah sampai remaja, pacaran tidak akan sah bila tidak melakukan aktifitas KNPI (kissing,necking, petting and intercrouse). Jelas-jelas ini sebuah persfektif yang salah. Mengingat budaya kita yang sejak dulu terkenal dengan budaya ketimurannya.
Membingungkan memang bila kita mencari definisi dari pacaran, karena selama ini belum ada yang mendefinisikannya secara tepat. Kita tidak bisa seenaknya menjudge, sepasang remaja yang tengah jalan bareng, makan bareng atau ngobrol bareng, sebagai orang yang berpacaran. Walaupun sebenarnya hal ini sudah menjadi agenda wajib bagi sepasang kekasih yang sedang berpacaran saat ini.
Pacaran ditenggarai muncul, ketika seorang remaja masuk pada fase puberitas, masa dimana mulai tumbuhnya bulu-bulu disekitar bagian tubuh tertentu. Selain hal itu juga, biasanya seorang anak laki-laki akan mengalami mimpi basah pertamanya. Sedangkan anak perempuan akan mengalami menstruasi.
Kalau bagi gue sih, pacaran itu sebagai sebuah latihan untuk berkomitmen. Selain itu juga, gue ngerasa butuh perhatian lebih dari seseorang, dan gue dapetin itu semua dari seorang yang namanya perempuan. Entah mengapa alesannya, tapi memang lelaki itu lebih mengandalkan otak/emosinya dalam segala hal. Beda dengan perempuan, mereka lebih mengedepankan perasaannya. sehingga gue berkesimpulan, mungkin karena ini mengapa lelaki merasa bisa mendapatkan perhatian yang ia inginkan dari seorang perempuan. Karena ketika seorang lelaki berada dalam sebuah emosi tinggi, perempuan akan lebih mengerti apa yang dibutuhkannya. Begitu juga sebalikny a, ketika perempuan dalam keadaan lemah, lelaki bisa muncul sebagai seorang pelindung baginya.
Tapi bila melihat ke gaya pacaran, yang tadi sedikit disinggung di awal artikel ini. Gue sangat tidak setuju, apabila KNPI menjadi salah satu syarat syahnya pacaran, karena ini bisa berdampak negatif bagi pelakunya. Kasus HIV AIDS, bunting diluar nikah, aborsi dan lain sebagainya, sudah menjadi berita harian di setiap Koran di negri yang dikenal dengan sebutan negri seribu pulau ini. Hal itu merupakan contoh dari akibat pacaran yang gak sehat tadi.
Sebagai seorang remaja yang dhoif, baik spiritual maupun intelektual, gue juga gak mau jadi orang yang munafik yang melarang pacaran, karena gue juga pernah dan sedang mengalaminya. Tapi sebagai seorang remaja yang notabene adalah penerus estafeta kepemimpinan bangsa ini, sudah sepantasnya kita mengenal lebih jauh dampak dari pacaran gak sehat ini. Karena gak bisa dibayangkan, bila aktifitas pacaran yang gak sehat seperti itu terus di biarkan, apa jadinya penerus bangsa ini.
Semoga dari artikel ini, gue sebagai satu dari sekian banyak remaja di Negri tercinta in, bisa lebih bijaksana dalam bertindak, terutama menyangkut hal pacaran ini. Semoga!




Berdamai dengan Perilaku Buruk Remaja


Berdamai dengan Perilaku Buruk Remaja

APAKAH anak Anda termasuk tipikal remaja pemberontak, menentang jam Malam, atau bergaul dengan anak-anak yang tidak memiliki sikap yang baik? Bila iya, bagaimana seharusnya orangtua menghadapinya?

Semua orangtua tentu setuju, bahwa membesarkan dan mengasuh seorang anak yang mulai tumbuh remaja memang tidak mudah. Para orangtua kadang kala merasa kesulitan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang dialami remaja, baik secara fisik maupun psikis.

Oleh karena itu, orangtua perlu melakukan pendekatan yang tepat agar dapat mengerti dan memahami masalah anaknya. Jika tidak, hal ini akan menyebabkan banyak kesalahpahaman di antara orangtua dan anak.

Menurut Stuart Goldman MD, direktur pendidikan psikiatri di Children’s Hospital di Boston, Amerika Serikat, pada dasarnya remaja “terprogram” untuk selalu bertentangan dengan orangtua.

”Remaja adalah masa di mana terjadi perubahan yang cepat dari fase anak-anak, baik secara fisik maupun kognitif,” jelasnya.

”Saat itu adalah waktu yang tepat bagi anak remaja untuk ‘memecat’ orangtua mereka dan kemudian kembali mempekerjakannya beberapa tahun kemudian, tetapi sebagai konsultan bukan seorang manajer,” katanya seperti dikutip laman webmd.com.

Namun, bukan berarti Anda harus menerimanya begitu saja. Dengan pendekatan yang tepat, Anda dapat memecahkan masalah perilaku remaja dengan cara yang relatif beradab. Salah satu perilaku buruk remaja adalah selalu membantah perkataan Anda dan sepertinya membenci Anda. Anda tentu kaget dengan perubahan perilaku ini.

Sebelumnya ketika masih kecil, sepertinya anak Anda bersikap manis seperti membujuk untuk menemaninya mengikuti acara darmawisata sekolah atau berbaring bersama di tempat tidur di waktu malam.

Ketika beranjak remaja, anak memperlakukan Anda seperti “sampah”, dengan selalu memotong ucapan Anda dan menganggap remeh saran yang Anda lancarkan. Tetapi jika Anda bisa pikirkan lebih lanjut, perilaku seperti itu sebenarnya telah tampak saat dia masih balita.

Seperti juga anak berusia dua tahun yang terus berteriak ”tidak!”, remaja biasanya selalu menganggap rendah orangtua.

”Hal ini sangat sulit bagi orangtua,” kata Nadine Kaslow PhD, seorang psikolog yang mengkhususkan diri pada permasalahan anak-anak dan keluarga di Universitas Emory, Atlanta, Amerika Serikat.

”Tetapi bagian dari masa remaja adalah memang tentang memisahkan diri dan individualistis. Dan anak-anak harus ‘menolak’ orangtua mereka untuk menemukan jati diri. Normal apabila remaja lebih fokus pada teman-teman mereka daripada keluarga sendiri,” tuturnya.

Lalu bagaimana solusi yang tepat? Banyak orang tua merasa sangat sakit hati oleh perlakuan remaja mereka. Namun, membalasnya juga dengan menyakiti mereka merupakan kesalahan yang fatal.

”Remaja tahu bahwa mereka masih membutuhkan orangtua meskipun mereka tidak dapat mengakuinya secara langsung,” kata Goldman. ”Turun-naik perlakuan remaja kepada orang tua merupakan salah satu perasaan yang ada dalam diri mereka secara internal,” ujar dia.

Sebagai orangtua, Anda harus tetap tenang dan berusaha menikmati masa-masa pemberontakan remaja, yang biasanya selesai saat dia menginjak usia 16 atau 17 tahun. Tetapi jangan juga membiarkan mereka berlaku buruk dan bersikap tidak sopan kepada Anda.

Ketika hal itu terjadi, Anda harus secara tegas menerapkan standar perilaku dasar. Salah satu solusi adalah pendekatan secara intensif kepada mereka, misalnya dengan mengatakan, ”Jika kamu tidak dapat mengatakan sesuatu yang menyenangkan, jangan mengatakan apa-apa”.

Dengan membiarkan anak remaja Anda tahu bahwa Anda ada untuk dia,meskipun dia tidak terlalu peduli, akan membuatnya merasa nyaman di sisi Anda dan mulai terbuka dengan masalahnya, yang tentu saja langka terjadi.

Perilaku lain yang mungkin meresahkan Anda adalah mengabaikan jam malam. Yang harus dilakukan orangtua sebelumnya adalah melakukan survei kecilkecilan kepada teman-teman anak, apa yang biasanya mereka harapkan di rumah. Hal ini agar pembatasan jam malam merupakan hal yang masuk akal bagi mereka dan mulai menjalaninya. Goldman menyarankan, agar remaja diberi tenggang waktu hingga 10 menit dari kesepakatan awal.

Jika mereka terlambat juga, Anda perlu mengatur konsekuensi yang harus dia terima, misalnya melarang keluar malam selama seminggu. Jika Anda merasa anak selalu pergi ke luar rumah karena tidak betah atau tidak bahagia di rumah, sebaiknya Anda berbicara dengan mereka dan mencari tahu apa penyebabnya.

Namun, jika peraturan jam malam Anda memang sudah tepat dan sesuai dengan perkembangan anak, maka saatnya Anda untuk menetapkan konsekuensi dan kemudian menegakkannya jika remaja Anda melanggar.

Ketika Anda membuat peraturan, Anda harus bersungguh-sungguh. Anda tidak dapat hanya menggertak sambal mereka karena mereka biasanya akan lebih keras. Ada perilaku buruk yang umum terjadi pada remaja, yaitu bermain dan bergaul dengan anak yang orang tua tidak suka karena bertabiat buruk yang memengaruhi tingkah lakunya.

Psikolog remaja di New York, Amerika Serikat, Susan Bartell menuturkan, biarkan anak-anak berpakaian aneh, menindik bibir mereka, atau berlaku sedikit kasar karena itulah cara bagi dia untuk diterima lingkungannya.

“Jangan dulu mengkritik mereka dengan perkataan aneh, misalnya pada Pakaian.Padahal baju itu juga yang dipakai oleh temanteman mereka.Remaja sangat terikat pada lingkungan dan sahabat. Jika Anda mengkritik anak Anda, bisa jadi mengkritik temannya secara langsung,” kata dia.

Di sisi lain, jika Anda mengetahui bahwa anak Anda berteman dengan sekelompok remaja yang bermasalah seperti tukang bolos dan pengguna narkoba, berkomunikasi menjadi anjuran penting.

”Tanpa menyalahkan mereka,ungkapkan bahwa Anda sangat peduli dengan pergaulan mereka dan khawatir dia tergoda menggunakan narkoba,” kata Bartell.

Meskipun Anda tidak bisa melarang anak untuk bergaul dengan siapa pun, namun Anda dapat turun tangan dan mencoba untuk menghindari perilaku berbahaya mereka dari awal. Jangan takut untuk meminta bantuan seorang profesional tentang cara menghadapi anak yang bergaul dengan anak berperilaku negatif. Konseling atau terapi keluarga diharapkan dapat membantu.