Sabtu, 07 April 2012

TEORI EGO ERIKSEN


TEORI EGO ERIKSEN





Erik Homburger Erikson dilahirkan di Frankurt, Jerman pada tanggal 15 juni 1902. Sangat sedikit yang bisa diketahui tentang asal usulnya. Ayahnya adalah seorang laki-laki berkebangsaan Denmark yang tidak dikenal namanya dan tidak mau mengaku Erikson sebagai anaknya sewaktu masih dalam kandungan dan langsung meninggalkan ibunya. Ibunya bernama Karla Abrahamsen yang berkebangsaan Yahudi. Saat Erikson berusia tiga tahun ibunya menikah lagi dengan seorang dokter bernama Theodore Homburger, kemudian mereka pindah kedaerah Karlsruhe di Jerman Selatan. Pada 1911 Erik secara resmi diadopsi oleh ayah tirinya. Nama Erik Erikson dipakai pada tahun 1939 sebagai ganti Erik Homburger. Erikson menyebut dirinya sebagai ayah bagi dirinya sendiri, nama Homburger direduksi sebagai nama tengah bukan nama akhir.
Sebelum melihat lebih jauh mengenai teori dari Erik Erikson, maka kita tidak bisa melewati sketsa biografi Erik Erikson yang juga berperan/mendukung terbentuknya teori psikoanalisis. Pencarian identitas tampaknya merupakan fokus perhatian terbesar Erikson dalam kehidupan dan teorinya.
Pertama kalinya Erikson belajar sebagai “child analyst” melalui sebuah tawaran/ajakan dari Anna Freud (putri dari Sigmund Freud) di Vienna Psycholoanalytic Institute selama kurun waktu kurang lebih tahun 1927-1933. Bisa dikatakan Erikson menjadi seorang psikoanalisis karena Anna Freud. Kemudian pada tanggal 1 April 1930 Erikson menikah dengan Joan Serson, seorang sosiologi Amerika yang sedang penelitian di Eropa. Pada tahun 1933 Erikson pindah ke Denmark dan di sana ia mendirikan pusat pelatihan psikoanalisa (psychoanalytic training center). Pada tahun1939 Erikson pindah ke Amerika Serikat dan menjadi warga Negara tersebut, selain itu secara resmi pun dia telah mengganti namanya menjadi Erik Erikson. Tidak ada yang tahu apa alasannya memilih nama tersebut.
Erik Erikson adalah seorang psikolog perkembangan Denmark-Jerman-Amerika dan psikoanalis terkenal karena teorinya tentang pembangunan sosial manusia. Dia mungkin paling terkenal untuk coining krisis identitas frase. Anaknya, Kai T. Erikson, adalah seorang sosiolog Amerika.
Perkembangan identitas tampaknya telah menjadi salah satu keprihatinan Erikson terbesar dalam hidup sendiri maupun teorinya. Selama masa kanak-kanak dan dewasa awal ia dikenal sebagai Erik Homburger. Dia adalah seorang pribadi yang jangkung berambut pirang, bermata biru, dan anak yang dibesarkan dalam agama Yahudi. Di sekolah kuil, anak-anak menggodanya karena Nordic; di sekolah dasar, mereka menggoda dia untuk menjadi Yahudi. Erikson adalah seorang mahasiswa dan guru seni. Ketika mengajar di sebuah sekolah swasta di Wina, ia berkenalan dengan Anna Freud, putri Sigmund Freud. Erikson mengalami psikoanalisis dan pengalaman itu membuatnya memutuskan untuk menjadi seorang analis sendiri. Dia dilatih dalam psikoanalisis di Wina psikoanalitis Institute dan juga mempelajari metode pendidikan Montessori, yang berfokus pada perkembangan anak.
Setelah lulusdari Institute di Wina psikoanalitis 1933, Nazi baru saja berkuasa di Jerman dan ia berhijrah bersama istrinya, pertama ke Denmark lalu ke Amerika Serikat, di mana ia menjadi psikoanalis anak pertama di Boston. Erikson memegang posisi di Massachusetts General Hospital, Hakim Bimbingan Baker Center dan di Harvard Medical School dan Psikologis Klinik, membangun reputasi sebagai dokter. Pada tahun 1936, Erikson menerima posisi di Yale University, bekerja di Institute of Human Relations dan mengajar di Sekolah Kedokteran. Setelah setahun mengamati anak-anak Sioux di Dakota Selatan, ia bergabung dengan staf pengajar University of California di Berkeley, berafiliasi dengan Institut Kesejahteraan Anak, dan membuka praktik. Di California, Erikson belajar anak suku asli Yurok Amerika.
Setelah penerbitan buku yang terkenal Erikson, Anak dan Masyarakat, pada 1950, ia meninggalkan University of California ketika ada profesor meminta untuk tanda-tangani sumpah loyalitas. Ia menghabiskan sepuluh tahun bekerja dan mengajar di Pusat Riggs Austen., fasilitas perawatan psikiatri terkemuka di Stockbridge, Massachusetts, dimana ia bekerja dengan orang-orang muda emosional bermasalah. Pada tahun 1960, Erikson kembali ke Harvard sebagai profesor pembangunan manusia dan tetap di universitas hingga pensiun pada tahun 1970. Erikson juga dikreditkan dengan menjadi salah satu pencetus psikologi Ego, yang menekankan peran ego sebagai lebih dari seorang hamba id.
Menurut Erikson, lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk memberikan pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan identitas. Bukunya 1969 Gandhi Kebenaran, yang lebih terfokus pada teori yang diterapkan untuk tahap selanjutnya dalam siklus hidup, memenangkan hadiah Pulitzer Erikson dan US National Book Award. Pada tahun 1973 National Endowment untuk dipilih Humaniora Erikson untuk Kuliah Jefferson, kehormatan pemerintah federal AS untuk pencapaian tertinggi di humaniora. Erikson kuliah berjudul “Dimensi dari Identity Baru.” Erik Erikson meninggal pada 12 Mei 1994.
Erik Erikson percaya bahwa setiap manusia berjalan melalui sejumlah tahap untuk mencapai pembangunan penuhnya, berteori delapan tahap, bahwa manusia melewati dari lahir sampai mati. (Anak dan Masyarakat-Erik Erikson) Erikson menguraikan tahap genital Freud menjadi remaja dan menambahkan tiga tahap dewasa. Janda Joan Serson Erikson menguraikan pada model sebelum kematiannya, menambahkan tahap kesembilan (umur tua) itu, dengan mempertimbangkan harapan hidup meningkat di budaya Barat. Erikson adalah Neo-Freudian, digambarkan sebagai seorang psikolog ego mempelajari tahap pembangunan yang mencakup seluruh siklus hidup. Setiap tahap Erikson pengembangan psikososial ditandai oleh konflik, untuk yang resolusi sukses akan menghasilkan hasil yang menguntungkan, misalnya, kepercayaan vs ketidakpercayaan dan oleh sebuah peristiwa penting, konflik ini terselesaikan sendiri.
Favourable hasil dari setiap tahap kadang dikenal sebagai “kebajikan”, istilah yang digunakan, dalam konteks kerja Eriksonian, sebagaimana diterapkan untuk obat-obatan yang berarti “potensi.” Misalnya kebajikan yang akan muncul dari resolusi yang berhasil. Anehnya dan kontra-intuitif, penelitian Erikson menyarankan setiap individu harus belajar cara memegang kedua ekstrim setiap tantangan hidup tahap tertentu dalam ketegangan satu sama lain, tidak menolak salah satu ujung ketegangan atau yang lain. Hanya ketika kedua ekstrem dalam tahap tantangan hidup dipahami dan diterima sebagai keduanya diperlukan dan berguna, didapat kebajikan yang optimal. Jadi, ‘kepercayaan’ dan ‘salah kepercayaan’ itu harus dipahami dan diterima, agar harapan realistis ‘untuk muncul sebagai solusi yang layak pada tahap pertama. Demikian pula, ‘integritas’ dan ‘putus asa’ itu harus dipahami dan berpelukan, agar hikmat ditindak-lanjuti ‘ sebagai solusi yang layak pada tahap terakhir.
Sebagian besar penelitian empiris ke teori Erikson telah difokuskan pada pandangannya mengenai upaya untuk membangun identitas masa remaja. pendekatan teoretis-Nya telah dipelajari dan didukung, khususnya mengenai remaja, oleh James Marcia. Marcia’s Erikson bekerja diperpanjang dengan membedakan berbagai bentuk identitas, dan ada beberapa bukti empiris bahwa orang-orang yang membentuk diri yang paling koheren-konsep pada masa remaja adalah mereka yang paling mampu membuat lampiran intim di usia dewasa awal. Ini mendukung teori Eriksonian, yang menunjukkan bahwa mereka paling siap untuk menyelesaikan krisis dewasa awal dan berhasil menyelesaikan krisis remaja.
Banyak yang merasa bahwa Erik H. Erikson telah menghembuskan kehidupan baru kedalam  teori psikoanalitik. Meskipun beberapa konsep-nya berbeda dari Freud, Erikson telah meniupkan kehidupan baru ke dalam teori psikoanalitik. Meskipun beberapa konsep-nya berbeda dari Freud, Erikson telah menjelaskan penemuan baru dan konsep yang berbeda. Erikson menyatakan bahwa ia tetap setia dengan teori Freud dan kontribusinya, yang memperpanjang dan menguraikan ide-ide psikoanalitik, tidak bertentangan dengan ajaran dasar psikoanalisis Freudian
Erikson, seperti Anna Freud, Hartman, White dan teoretikus ego lainnya kontemporer analitik, adalah kesepakatan yang baik,  lebih peduli dengan ego dibandingkan dengan id dan superego. Erikson melihat ego mewakili “kapasitas manusia untuk menyatukan pengalaman dan tindakan nya secara adaptif” (1963, hal.15), dan dia membuat ego menguasai bukan budak dari dua sistem lainnya.
Erikson telah membangun di atas konsep Freud pada tahap perkembangan, memperluas Target sendiri melalui seluruh siklus hidup, dari lahir sampai mati. Erikson menerima dinamika biologis-seksual bassic dipostulasikan oleh Freud. Salah satu kontribusi besar Erikson adalah telah menekankan interaksi individu dengan lingkungan sosial dalam membentuk kepribadian, ego telah “berakar dalam organisasi sosial”
  EGO  KREATIF MENURUT ERIKSON
Membangun dan memperluas karya Sigmund dan Anna Freud dan Heinz Hartman, Erikson menggambarkan ego yang memiliki kualitas kreatif. Ini tidak hanya berusaha secara aktif untuk beradaptasi dengan lingkungannya tetapi menemukan solusi kreatif untuk setiap masalah baru. Bahkan ketika digagalkan, ego merespon dengan semangat, karena memiliki kekuatan dasar dan fleksibilitas.
Erikson memandang ego sebagai kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri secara kreatif dan otonom. Erikson menjelaskan bahwa ego itu memiliki kreatifitas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tidak hanya di tentukan oleh factor  internal yang berasal dari dalam diri individu, tetapi juga di tentukan oleh faktor sosial dan budaya tempat individu itu berada.
Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego, yang tidak adap pada psikoanalisa freud, yakni kepercayaan, dan penghargaan, otonomi dan kemaun, kerajinan, dan kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego semacam itu disebut ego kreatif, ego yang dapat menemukan pemecahan kreatif atas masalah pada setiap tahap kehidupan. apabila menemui hambatan ataupun konflik, ego tidak menyerah akan tetapi bereaksi dengan menggunakan kombinasi antara kesiapan batin dan kesempatan yang disediakan oleh lingkungan. Ego bukan budak melainkan yang mengatur id, super ego, dan dunia luar. Jadi ego selain hasil dari proses faktor-faktor gentik, fisiologik, dan anatomis, juga dibentuk oleh konteks cultural dan historis.
Ego kreatif dari Erikson yang dapat dipandang sebagai pengembangan dari teori perkembangan seksual-infantil dari Freud, mendapat pengakuan yang luas sebagai teori yang khas, berkat pandangannya bahwa perkembangan keperibadian mengikuti perinsipepigenetic. Bagi organisme, untuk mencapai perkembangan penuh dari struktur biologis potensialnya, lingkungan harus memberi stimulasi yang khusus. Menurut erikson, fungsi psikoseksual dari Freud yang bersifat biologis juga bersifat epigenesist, artinya psikoseksual untuk berkembang membutuhkan stimulasi khusus dari lingkungan dalam hal ini yang terpenting adalah lingkungan sosial.
Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego yakni kepercayaan dan penghargaan, otonomi dan kemauan, kerajinan dan kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego ini dapat menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Ego bukan menjadi budak lagi, namun dapat mengatur id, superego dan dibentuk oleh konteks cultural dan historik. Berikut adalah ego yang sempurna menurut Erikson :
1.                  Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat diverifikasi dengan metoda kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data hasil interaksi dengan lingkungan.
2. Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sens of reality) yang   menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan pandangan semesta, mirip dengan pronsip realita dari Freud.
3. Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain, memperkuat   hubungan untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Erikson, ego sebagian bersifat tak sadar, mengorganisir dan mensitesa pengalaman sekarang dengan pengalaman diri masa lalu dan dengan diri masa yang akan datang. Dia menemukan tiga aspek ego yang saling berhubungan, yakni:
1.                  Body Ego: Mengacu ke pengalaman orang dengan tubuh/ fisiknya sendiri.
2.                  Ego Ideal: Gambaran mengenai bagaimana seharusnya diri, sesuatu yang bersifat ideal.
3.                  Ego Identity: Gambaran mengenai diri dalam berbagai peran sosial.
Teori Ego dari Erikson memandang bahwa perkembangan kepribadian mengikuti prinsip epigenetik. Bagi organisme, untuk mencapai perkembangan penuh dari struktur biologis potensialnya, lingkungan harus memberi stimulasi yang khusus. Sama seperti Freud, Erikson menganggap hubungan ibu-anak menjadi bagian penting dari perkembangan kepribadian. Tetapi Erikson tidak membatasi teori hubungan id-ego dalam bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego.
Tipe ego yang digambarkan oleh Erikson dapat disebut ego kreatif, meskipun ia sendiri tidak menggunakan kata tersebut. Ego kratif dapat dan memang berhasil menemukan pemecahan-pemecahan kreatif atas masalah-masalah baru yang menimpanya pada setiap tahap kehidupan.  Pada setiap tahap ia mampu menggunakan kombinasi antara kesiapan batin dan kesempatan yang tersedia di dunia luar serta melakukannya dengan giat, bahkan dengan perasaan gembira. Apabila menemui hambatan, maka ego bereaksi dengan usaha baru dan bukan menyerah. Ego tampak sangat kuat dan tabah. Kemampuan untuk bangkit kembali menurut Erikson, merupakan suatu inheren dalam ego muda. Pada kenyataannya, ego justru bekembang berkat konplik dan krisis. Ego dapat dan biasanya memang menjadi tuan dan bukan budak id, dunia luar dan super ego. Memang Erikson sangat sedikit brbicara tentang id dan super ego, atau tentang motivasi tak sadar dan strategi-strategi irasional.
Sebagai seorang psikoanalis yang melakukan praktik, Erikson tentu menyadari sifat rentan ego, pertahanan-pertahanan irasional yang dibangunnya, dan akibat merusak trauma, kecemasan dan rasa bersalah. Tetapi ia juga sering melihat bahwa ego pasien mampu menangani secara efektif masalah-masalahnya dengan sedikit bantuan dari ahli psikoterapi. Pemusatan pada kekuatan potensial ego ini mewarnai semua tulisan Erikson.
Konsepsi Erikson tentang Ego sangat memasyarakat dan historis. Disamping faktor-faktor genetik, fisiologis, dan anatomis yang ikut menentukan kodrat ego si individu, terdapat juga pengaruh-pengaruh kultural dan historis yang penting. Penempatan ego dalam suatu konteks kultural dan historis ini-suatu kerangka ruang-waktu-merupakan salah satu sumbangan Erikson yang sangat kreatif bagi teori ego.
 FUNGSI EGO
Fungsi ego dalam diri individu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.                  Fungsi dorongan ekonomis; fungsi ego ini menyalurkan dengan cara mewujudkan dalam bentuk tingkah laku secara baik yaitu yang baik dan dapat diterima lingkungan, berguna dan menguntungkan baik bagi diri individu sendiri maupun orang lain di lingkungannya.
2.                  Fungsi kognitif; berfungsinya ego pada diri individu untuk menerima rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat mempergunakannya unuk keperluan coping behavior. Dalam hal ini individu mempergunakan kemampuan kognitifnya dengan disertai oleh pertimbangan-pertimbangan akal dan menalar.
3.                  Fungsi pengawasan; disebut juga dengan fungsi kontrol, maksudnya tingkah laku yang dimunculkan individu merupakan tingkah laku yang berpola dan sesuai dengan aturan. Secara khusus fungsi ego ini mengontrol perasaan dan emosi terhadap tingkah laku yang dimunculkan
§                      CIRI KHAS PSIKOLOGI EGO ERIKSON
1.                  Erikson menekankan kesadaran individu untuk menyesuaikan diri dengan pengaruh sosial. Pusat perhatian psikologi ego adalah kemasukan ego yang sehat.
2.                  Erikson berusaha mengembangkan teori insting dari Freud dengan menambahkan konsep epigenetik kepribadian.
3.                  Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif mungkin berasal dari impuls id yang tak sadar, namun motif itu bisa membebaskan diri dari id seperti individu meninggalkan peran sosial di masa lalunya. Fungsi ego dalam pemecahan masalah, persepsi, identitas ego, dan dasar kepercayaan bebas dari id, membangun sistem kerja sendiri yang terlepas dari sistem kerja id.
4.                  Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang. Selama menyesuaikan diri dengan realita, ego mengembangkan perasaan keberkelanjutan diri dengan masa lalu dan masa yang akan datang.
§                     KONSELING EGO
Konseling ego dipopulerkan oleh Erikson. Konseling  ego memiliki ciri khas yang lebih menekankan pada fungsi ego. Kegiatan konseling yang dilakukan pada umumnya bertujuan untuk memperkuat ego strength, yang berarti melatih kekuatan ego klien. Seringkali orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya, orang yang rendah diri, dan tidak bisa mengambil keputusan secara tepat dikarenakan ia tidak mampu memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, meraih keinginannya.
Perbedaan ego menurut Freud dengan ego menurut Erikson adalah: Menurut Freud ego tumbuh dari id, sedangkan menurut Erikson ego tumbuh sendiri yang menjadi kepribadian seseorang.
Erik Erikson percaya bahwa setiap manusia berjalan melalui sejumlah tahap untuk mencapai pembangunan penuhnya, berteori delapan tahap, bahwa manusia melewati dari lahir sampai mati. (Anak dan Masyarakat-Erik Erikson) Erikson menguraikan tahap genital Freud menjadi remaja dan menambahkan tiga tahap dewasa. Erikson menguraikan pada model sebelum kematiannya, menambahkan tahap kesembilan (umur tua) itu, dengan mempertimbangkan harapan hidup meningkat di budaya Barat. Erikson adalah Neo-Freudian, digambarkan sebagai seorang psikolog ego mempelajari tahap pembangunan yang mencakup seluruh siklus hidup. Setiap tahap menurut Erikson dalam pengembangan psikososial ditandai oleh konflik, untuk yang resolusi sukses akan menghasilkan hasil yang menguntungkan, misalnya, kepercayaan vs ketidakpercayaan dan oleh sebuah peristiwa penting, konflik ini terselesaikan sendiri.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN PSIKOSOSIAL
1.      Prinsip Epigenetik
Menurut Erikson, ego berkembang melalui berbagai tahap kehidupan mengikuti prinsip epigenetik, istilah yang dipinjam dari embriologi. Perkembangan epigenetik adalah perkembangan tahap demi tahap dari organ-organ embrio. Ego berkembang mengikuti prinsip epigenetik, artinya tiap bagian dari ego berkembang pada tahap perkembangan tertentu dalam rentangan waktu tertentu (yang disediakan oleh hereditas untuk berkembang). Tahap perkembangan yang satu terbentuk dan dikembangkan di atas perkembangan sebelumnya (tetapi tidak mengganti perkembangan tahap sebelumnya itu).

2.      Aspek Psikoseksual
Teori perkembangan dari Erikson melengkapi dan menyempurnakan teori Freud dalam dua hal, pertama melengkapi tahapan perkembangan menjadi delapan yakni tahap bayi (infcy), anak (candy childhood), bermain (play age), sekolh (school ge), remaja (addolesence), dewasa awal (young adulthood), dewasa (adulthood) dan tua (mature). Freud hanya membahs 4 tahapan, dri bayi sampai dengan usia sekolah. Kedua, memki analisis konflik untuk mendeskkripsi perkembangan kepribadian. Perkembangan insting seksual dipakai Freud untuk menjelaskan bahwa traum (seksual) bias dialami manusia pada usia dini dan bagaimana pengaruhnya pada masa yang akn dating. Erikson mengakui adanya aspek psikoseksual dalam perkembangan, yang menurutnya bias berkembang positif (aktulisasi seksul yang dapat diterima) atau negative (aktualisasi ekpresiseksual yang tidak dikehendaki). Dia memusatkan perhatiannya mendeskripsikan bgaimana kepastian kemnusiaan mengatasi aspek osikoseksual itu; bagaimana mengembangkan insting seksual menjadi positif.
3.      Konflik Psikoseksual
Teori Erikson sendiri memakai dasar perkembangan social; pada setiap tahap perkembangan muncul konflik social yang khas, yang seperti insting seksual harus dikembangkan ke rah positif. Teori perkembangan dari Erikson kemudian dinamakan Teori Perkembangan Psikososial. Enam Pokok Pikiran Teori Perkembangan Psikososial Erikson
1.                  Prinsip Epigenetik: Perkembangan kepribadian mengikuti prinsip epigenetik.
2.                  Interaksi Bertentangan: Di setiap tahap ada konflik psikososial, antara elemen sintonik (syntonic = harmonious) dan distonik (dystonic = disruptive). Kedua elemen itu dibutuhkan oleh kepribadian.
3.                  Kekuatan Ego: Konflik psikososial di setiap tahap hasilnya akan mempengaruhi atau mengembangkan ego. Dari sisi jenis sifat yang dikembangkan, kemenangan aspek sintonik akan memberi ego sifat yang baik, disebut Virtue. Dari sisi  enerji, virtue akan meningkatkan kuantitas ego atau kekuatan ego untuk mengatasi konflik sejenis, sehingga virtue disebut juga sebagai kekuatan dasar (basic strengh).
4.                  Aspek Somatis: Walaupun Erikson membagi tahapan berdasarkan perkembangan psikososial, dia tidak melupakan aspek somatis/biologikal dari perkembangan manusia.
5.                  Konflik dan Peristiwa Pancaragam (Multiplicity of Conflict and Event): Peristiwa pada awal perkembangan tidak berdampak langsung pada perkembangan kepribadian selanjutnya. Identitas ego dibentuk oleh konflik dan peristiwa masa lalu, kini, dan masa yang akan datang.
6.                  Di setiap tahap perkembangan, khususnya dari masa adolesen dan sesudahnya, perkembangan kepribadian ditandai oleh krisis identitas (identity crisis), yang dinamakan Erikson “titik balik, periode peningkatan bahaya dan memuncaknya potensi”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar